Mengurai UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang LPSK Dalam Kasus Kematian Brigadir Joshua

Ferry Lumbangaol, SH MH, Direktur LBH Aura Keadilan

Oleh: Ferry Lumbangaol SH MH

KASUS tembak-menembak sesama Polisi yang terjadi di rumah Jenderal Polisi yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Joshua Hutabarat, masih hangat jadi bahan perbincangan berbagai pihak. Hal ini sangat wajar, karena sudah hampir satu bulan berjalan, tapi tersangka dalam kasus penembakan belum juga terdeteksi.

Yang paling mengherankan lagi, dua lembaga komisioner yang dilantik Presiden RI, begitu gencar ikut andil dalam kasus tersebut. Bahkan melebihi kewenangan penyidik Polri. Sebenarnya apa yang mau dilakukan Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam kasus ini?.

Komnas HAM itu sebenarnya bukan memanggil para ajudan yang diduga dan patut diduga pelaku yang menghabisi nyawa almarhum Brigadir Joshua. Nah, kalau terduga maka yang proses penyelidikan adalah para penyidik Polri atau Divisi Propam.

Ini Penyelidik dan Penyidik belum melakukan proses, tapi sudah didahului Komnas HAM dan LPSK. Penulis merasa heran mengikuti perkembangan berita proses penyelidikan kasus ini. Komnas HAM seharusnya menerima laporan pengaduan keluarga korban, ini yang tepat. Bagaimana mungkin dalam sehari Komnas HAM bisa memanggil dan memeriksa 6 ajudan Jenderal Polisi dan kemudian bisa mendapatkan kesimpulan.

Kejanggalan berikutnya adalah LPSK menerima permohonan Putri Chandrawaty istri Jenderal Polisi Ferdi Sambo. Harusnya, dalam tempo 6 hari LPSK sudah melakukan proses apakah dapat dilindungi. Kemudian, statusnya sebagai apa dan siapa yang mengancam sang Putri sebagaimana bunyi Pasal 3 UU 13/2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

Memang, LPSK bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana.

Tujuan Undang-undang ini adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan saat proses peradilan pidana.

Tapi, mungkinkah sosok keluarga Jenderal Polisi sampai meminta perlindungan kepada LPSK? Mungkin juga ancaman tersebut datangnya dari internal karena diduga adanya masalah pelecehan.

Mungkin ada dugaan Putri ada affair dengan korban, sehingga Putri meminta perlindungan saksi, karena takut adanya dugaan rangkaian peristiwa yang akan terjadi. Dan, sampai kini berita yang berkembang bahwa Putri mengalami trauma berat. Lalu Brada E yang diduga sebagai pelaku penembakan terhadap Brigadir Joshua, sudah 3 kali diuji/asesmen oleh LPSK. Sepertinya maling teriak maling, diduga pelaku tapi minta perlindungan, sangat janggal sekali.

Sebenarnya kedua lembaga ini harus kembali ke Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) masing-masing. Artinya Komnas HAM memeriksa adanya kejanggalan dalam pemeriksaan atau hasil pemeriksaan kasus pembunuhan.

Masyarakat sebenarnya belum perlu mendengar hasil investigasi Komnas HAM dan LPSK. Nanti setelah hasil kesimpulan penyidik Polri. Itu pun kalau ada dugaan kejanggalan, baru Komnas HAM melakukan kewajibannya. Demikian juga LPSK, mereka baru aktif ketika ada saksi/korban meminta perlindungan.

Hingga saat ini masyarakat bertanya-tanya, kenapa Komnas HAM dan LPSK tidak bisa berperan sebagaimana amanat Unadang Undang. Jangan sampai rebutan kewenangan. Penulis berharap Tim Watimpres segera membantu Presiden menyelesaikan kasus ini. Beberkan kasus ini kepada Presiden RI bila Bapak Kapolri tidak mampu membuat kasus ini terang benderang.

Saran penulis kepada tim pengacara keluarga Brigadir Joshua, tetaplah kuat mengikuti perkembangan kasus ini dengan teliti. Apalagi dengan adanya campur tangan Komnas HAM dan LPSK memeriksa kasus ini. Mungkin agak membingungkan. Apalagi menggunakan istilah “Crime Science Investigation”, malah dirasa melambat.

Harapan penulis, jangan sampai kesimpulan satu lembaga menjadi acuan penyidik Polri menjadikan kasus pembunuhan ini untuk menetapkan pelaku yang tidak sebenarnya. Masyarakat penuh harap kepada Presiden agar meminta target waktu kepada Kapolri, berapa lama bisa mengungkap kasus ini? (***)

Penulis adalah Direktur LBH Aura Keadilan