Oleh: Pirlen Sirait
KITA harus mengetahui penjelasan dari istilah buruh. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, buruh diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Artinya, seorang manajer atau karyawan bank misalnya, sejatinya adalah seorang buruh.
Menjadi buruh atau pekerja bukanlah sekedar pilihan, tetapi juga memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial negara. Tidak bisa ditampik bahwa buruh merupakan bagian penting dalam roda perekonomian, tanpa mereka pembangunan tidak mungkin berjalan.
Hari ini 1 Mei 2025 merupakan Hari Buruh Internasional untuk mengingatkan betapa pentingnya hidup yang layak dan sejahtera dengan mendapatkan hak-hak mereka seperti kehadiran negara memberikan perlindungan hukum dan kebijakan yang adil dan memakmurkan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Kabupaten Bekasi merupakan kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, juga merupakan wilayah penyangga ibu kota Jakarta, pada tahun 2024. Pertumbuhan jumlah penduduk di Bekasi sangat signifikan yang mencapai 3.29 juta jiwa, tentu dibutuhkan lapangan kerja yang luas untuk tempat bekerja, bagaimana kehadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi?
Wakil Bupati Bekasi, dr. Asep Surya Atmaja, terus menggencarkan agenda roadshow ketenagakerjaan ke berbagai perusahaan di wilayah Kabupaten Bekasi. Hal ini dilakukaan sejak Ade Kuswara Kunang dan Asep Surya Atmaja resmi jadi Bupati dan Wakil Bupati Bekasi untuk masa jabatan 2025-2030 usai dilantik Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta, pada Kamis (20/2/2025) lalu.
Wakil Bupati Bekasi Asep Surya Atmaja telah melakukan kunjungan kerja ke-14 perusahaan industri di Kabupaten Bekasi. Artinya Pemerintah Daerah konsen untuk mengantisipasi banyaknya pengangguran. Berbagai hal dilakukan untuk membuka komunikasi dengan pengusaha industri, dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan siap kerja, memiliki keuletan kerja, disiplin kerja.
Timbul pertanyaan dari para pencari kerja, apakah semua perusahaan industri yang berdiri di Kabupaten Bekasi selalu melaporkan adanya lowongan kerja di perusahaan tersebut, dan bagaimana Pemerintah Daerah menjamin itu, serta apa sanksi kepada para perusahaan jika tidak memberitahukan bahwa akan melakukan perekrutan tenaga kerja melalui Dinas Ketenagakerjaan?
Hal itulah yang menjadi celah bagi penyalur tenaga kerja secara ilegal di Kabupaten Bekasi, dengan modus rupiah, para pencari kerja diiming-iming bisa mendapatkan pekerjaan dengan mengeluarkan uang mulai dari Rp5 juta hingga ke Rp7 juta dengan berpariasi. Padahal, tidak menjadi jaminan juga ketika uang dikeluarkan sipekerja dipekerjakan di perusahaan yang sudah dijanjikan.
Selanjutnya, setelah pencari kerja mendapatkan pekerjaan yang bisa menghidupi anak dan istrinya, tidak menutup kemungkinan dalam perjalanan masa kerjanya bisa saja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengusaha. Itu suatu hal kemungkinan yang bisa terjadi, akibat pengurangan tenaga kerja, sipekerja dianggap melakukan kesalahan dalam bekerja, perusahaan bangkrut atau pailit, pindah tempat usaha dan lain sebagainya.
Kerap kita mendengar dan melihat organisasi buruh yang berdiri di perusahaan dengan melakukan aksi mogok secara tiba-tiba di lingkungan perusahaan akibat tuntutan hak dalam bipartit tidak ada kesepakatan, demonstrasi ke komplek pemerintah daerah untuk menyampaikan aspirasinya, berbagai aspirasi diorasikan, ada upah, penolakan PHK, dan tuntutan kesejahteraan.
Perjuangan menuntut hak harus dilakukan oleh buruh bertahun-tahun seperti yang dialami oleh Jonson yang memiliki masa kerja 10 tahun lebih dan rekannya Bintoro dengan masa kerja 20 tahun terhitung sejak tanggal 23 Juni 2023 sudah tidak diperbolehkan masuk pekarangan perusahaan serta sudah tidak menerima upah dari PT.Sukanda Djaya yang beralamat di Kawasan Industri MM 2100 Jl Halmahera Blok EE 2 Danau Indah, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi dengan alasan sudah di PHK.
Untuk menuntut hak, mereka telah melakukan musyawarah dengan pihak perusahaan melalui Tripartit bersama pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi. Namun tidak ada kesepakatan bersama yang dicapai hingga kedua pekerja ini melalui kuasa hukumnya menggugat perusahaan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung.
Dalam persidangan gugatan buruh tersebut di PHI Bandung, nomor perkara: 131/Pdt.Sus-PHI/2024/PN.Bdg, kedua buruh ini menerima hasil putusan Hakim PHI Bandung, namun dari pihak Perusahaan PT Sukanda Djaya selaku tergugat mengambil langkah sebagai pemohon kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pengadilan Negeri Bandung.
Hingga saat ini, kedua pekerja tersebut belum mendapatkan hak-haknya sebagai buruh yang telah memberikan pengabdian bertahun-tahun. Bintoro dan Jonson berharap kepada Pemerintah Daerah agar memberi dukungan untuk membangun komunikasi dengan pihak perusahaan agar tidak mudah memutus hubungan kerja, agar juga tidak merasakan seperti yang kami rasakan ketika usia sudah ujur memasuki masa tua, di PHK dengan tidak mendapatkan hak sebagaimana yang sudah diatur, perjuangan kami memasuki tahun ketiga dan menunggu hasil Mahkamah Agung, semoga keadilan berpihak pada rakyat jelata (*)
Penulis adalah Pemimpin Redaksi portal berita koranmediasi.com

Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.