“Justice Collaborator” Dalam Kasus Korupsi Pengadaan Alat Olahraga Kota Bekasi

Karikatur ist

Oleh: Gokma Siregar

KASUS dugaan korupsi pengadaan alat olahraga tahun anggaran 2023 yang terjadi di Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi, telah memasuki tahap dua atau
penyerahan tanggung jawab dari penyidik ke jaksa penuntut umum pada September 2025.

Penyidikan kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp4,7 miliar ini, menelan waktu sekitar sembilan bulan. Namun, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap, tersangka masih tetap tiga orang, yaitu AZ mantan Kadispora Kota Bekasi, M.AR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Direktur Utama PT Cahaya Ilmu Abadi (CIA) berinisial AM.

Tersangka AZ yang diharapkan banyak pihak menjadi “Justice Collaborator” dalam kasus ini untuk membantu mengungkap peristiwa pidana yang lebih besar atau pelaku lain yang memiliki peran lebih dominan, sepertinya enggan dilakukan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi.

Padahal, jika hal itu dilakukan penyidik Kejari Kota Bekasi, tidak menutup kemungkinan akan mengungkap fakta baru dengan munculnya tersangka lain. Sebab, tersangka AZ selaku pengguna anggaran tentunya lebih memahami proses perencanaan kegiatan hingga pelaksanaannya.

“Justice Collaborator” adalah pelaku tindak pidana yang bekerja sama secara sukarela dengan penegak hukum untuk membongkar kasus pidana, memberikan keterangan dan bukti yang signifikan. Istilah ini dikenal juga sebagai “saksi pelaku yang bersedia bekerja sama” dan dapat memperoleh keringanan hukuman atau perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Tugas seseorang yang dijadikan “Justice Collaborator” adalah memberikan keterangan, bukti, dan informasi penting untuk membantu mengungkap kasus pidana yang lebih besar atau pelaku lain yang memiliki peran lebih dominan. Syarat untuk mendapatkan status ini, pelaku harus memenuhi persyaratan seperti tidak memiliki peran yang lebih besar dalam kejahatan, serta memiliki kesadaran dan kemauan untuk bekerja sama secara kooperatif.

Kenapa hal itu tidak dilakukan Kejari Kota Bekasi?. Padahal, banyak pihak yang menginginkan agar penyidik juga menyelidiki peran legislatif dan Plt Wali Kota Bekasi untuk mengetahui aliran dana hasil korupsi pengadaan alat olahraga tersebut.

Aliran dana hasil korupsi itu pantas juga diduga dinikmati pihak lain yang saat itu berkuasa di Pemerintah Kota Bekasi. Termasuk anggota DPRD Kota Bekasi yang mengawal kegiatan ini masuk di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan APBD Perubahan 2023.

Kegiatan ini seharusnya menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan kebutuhan olahraga. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ditemukan praktik culas yang merugikan negara.

Jumlah kerugian negara mungkin bisa dihitung, tetapi dampak sosial dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintah, tidak semudah itu dipulihkan. Jadi, semua pihak yang terlibat harus diseret ke pengadilan. Jadikan tersangka AZ “Justice Collaborator” supaya perkara ini terang benderang. (*)

Penulis adalah Pemimpin Umum Koran Mediasi.Com