TARABINTANG, KOMED – Mitos ular raksasa menjadi batu yang terletak di Dusun Parduaan, Desa Sihas Tonga, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) sudah tidak asing lagi bagi masyatakat Humbahas, khususnya Kecamatan Parlilitan dan Tarabintang .
Sejak dulu cerita mitos ini sudah diketahui oleh warga sekitar lokasi. Batu yang bentuknya percis seperti ular ini memiliki panjang sekitar 15 meter. Selain besar, batu ini juga mempunyai mulut dan gigi nampak sekilas terlihat ketika memandang batu tersebut.
Menurut warga sekitar, sejarah batu besar ini sejak dulu sudah banyak dikunjungi masyarakat. Selain ular menjadi batu, konon banyak juga ditemukan batu yang unik-unik dan pemandangannya sangat indah disana, ditambah lagi udara yang sejuk dan air yang bersih di lokasi itu menambah mata kita dimanjakan lewat pegunungan yang indah.
Kembali kepada sejarah dari batu besar menyerupai ular yang letaknya disisi air terjun di lokasi itu. Kalau menurut legenda dahulu kala adalah seekor ular besar dan memiliki kelakuan yang sangat kejam. Ular itu membuat warga sekitar resah karena kekejamannya. Ular itu sering menelan manusia.
Hal itu juga dibenarkan Dison, tokoh masyarakat Dusun Pardua-duaan. Menurutnya, kematian ular raksasa itu karena adanya seorang datu (Dukun) bernama Sigunja Marga Maharaja.
Berikut ulasan singkat sejarah ular menjadi batu di Desa Sihas Tonga usai redaksi gajahtobanews mengunjungi tokoh masyarakat Dusun Pardua-duaan.
“Raja Sigunja yang merupakan datu sakti di daerah Parlilitan sangat terkenal dan dipercayai oleh warga. Sesuai cerita akan kesaktiannya itu bisa menghilang dan dikagumi warga,” ujar Dison.
Dison menuturkan, menurut cerita 300 tahun lalu, anak perempuan datu Sigunja menghilang sampai beberapa hari. Sekita itu pun Sigunja marah, dan anak perempuannya merasa dibawa oleh mahluk halus.
Sigunja pun mencari dan mengikuti arus air Sungai Simonggo menuju Kecamatan Tarabintang. Namun di perbatasan Kecamatan Tarabintang-Parlilitan, Sigunja bertemu dengan seekor ular yang bertubuh besar dan panjang hampir kurang lebih 15 meter di pinggiran sungai.
Dia (Sigunja) pun berkata kepada si ular. Hei ular ngapain kamu di sini dan apakah melihat anak perempuan ku?,” tanya Sigunja. Dengan kesombongan pun si ular menjawab. Saya disini sedang menghambat air sungai Simonggo ini.
Setelah air yang saya hambat sudah banyak, akan melepaskannya agar penghuni/manusia di bawah sana terkena banjir. Dan saya tidak ada melihat yang kamu cari. Jika pun ada manusia yang lewat dari sini maka akan saya telan bulat bulat, kata sang ular.
Mendengar jawaban tersebut, Sigunja mengatakan kepada ular. Kamu sangat kejam dan jahat, kata Sigunja. Dan Sigunja pun merasa tidak nyaman akan kelakuan si ular, sehingga dia pun martonggo (berdoa) di sebuah gua yang tidak terlalu jauh dari tempat ular. Tujuannya untuk meminta petunjuk cara membunuh sang ular.
“Akhirnya Sigunja mendapat petunjuk dan langsung menancapkan pedangnya (tongkat) ke bagian tubuh ular,” terang Dison.
Terbunuhnya ular raksasa yang sudah berubah menjadi batu, Sigunja pun melanjutkan perjalanan dan bertemu beberapa manusia yang tidak percaya agama atau sedang bersujud di pinggiran Sungai Simonggo (mamele-mele begu) sambil membawa seekor ayam yang sudah dihidangkan untuk dipele ( didoakan ).
Sigunja pun kembali bertanya kepada mereka. “Hei,apa yang sedang kalian lakukan di sini dan apakah melihat anak perempuanku?”, tanya Sigunja. Dan mereka pun menjawab “Kami sedang bersujud kepada raja yang disembah dan tidak melihat saudaramu, karena kami mulai tadi sudah di sini,” jawab mereka.
Pendek cerita anak perempuan nya Sigunja menurut Dison tidak ditemukan. Di lain sisi Lasro dan Adir sebelumnya sudah pernah menceritakan atau memberitahu kepada Pemkab Humbahas mengenai sejarah batu itu dan potensi objek wisata.
“Kami sudah memberitahukan kepada Kepala Dinas (Kadis) Dinas Pariwisata (Dispar) Humbahas agar diperbaiki akses jalan ke lokasi itu, karena disana sangat cocok dijadikan potensi objek wisata,” ujarnya (16/12/2022).
Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.