BEKASI, KOMED – Sistem pemberian penghargaan (Reward) bagi Perangkat Daerah yang mencapai target penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Reformasi Birokrasi (RB) adalah awal sumber paktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal itu dikatakan Ketua LBH Aura Keadilan, Ferry Lumban Gaol SH MH kepada koranmediasi.com, Rabu (22/6/2022).
Menurut Ferry Lumban Gaol, program kejar target kinerja meningkatkan nilai Sakip dan RB dengan pola lama memberikan reward dan punishment kepada pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi akan memicu terjadinya pencapaian target kinerja dengan hasil hanya di atas kertas, berbeda dengan fakta yang sesungguhnya.
“Banyak hal yang perlu dipertimbangan bila target kinerja yang ingin dicapai oleh Pejabat Bupati Bekasi atau pimpinan daerah dimanapun dengan menerapkan stimulan Reward dan Punishment,” ujar Ferry, mantan pejabat eselon II Pemerintah Kota Bekasi ini.
Dia mengatakan, di beberapa daerah dan lembaga di Indonesia, selalu ujuk-ujuk ingin mencapai target dan mendapat pujian sebagai pimpinan daerah atau pimpinan lembaga mengejar Reward dengan melewati proses-proses yang bertentangan dengan hukum. Bahkan, sampai ada yang menyuap panitia penilai agar mendapatkan penilaian yang fantastis, seperti mendapatkan WTP, Daerah Toleran, Layak Anak, Juara Pelayanan Publik, dan prestasi lainnya.
“Lebih banyak fiktifnya hasil penilaian daerah-daerah yang dinilai. Seharusnya tim penilai itu melakukan penilaian tanpa adanya publikasi terhadap yang dinilai, ini adalah salah satu prinsip managemen yang baik,” tandas pengamat hukum tata negara dan hukum administrasi negara ini.
Bila direnungkan apa yang terjadi dengan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, kata Ferry, tiga kepala daerah terjerat kasus korupsi. Padahal, catatan Rewardnya hampir semua dibuat baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta.
“Reward semua disabet. Mulai Reward WTP oleh BPK yang menilai dan yang dinilai terlibat KKN, Reward Daerah Layak anak faktanya kebalikan yang ditemukan dampak akibat maraknya tawuran, geng motor, begal kekerasan terhadap anak, Reward Kerukunan Umat Beragama dan yang lainnya,” katanya.
Reward untuk pelayanan publik, lanjut dia, diciptakan nilai kepuasaan pelayanan masyarakat yang cukup fantastis dan nilai itu dipublikasi. Bahkan sampai-sampai foto seorang kepala dinas pelayanan dan kepala daerahnya dipublikasi sangat besar. Padahal, bila baleho ukuran sebesar itu diperuntukan untuk periklanan, tentunya akan mendapat pajak reklame ratusan juta rupiah.
“Jadi, Penjabat Bupati Bekasi, Dani Ramdan seharusnya tidak perlu bekerja bergaya pemimpin daerah yang berasal dari politisi, karena anda berbeda dengan politisi,” ujar Ferry mengimbau.
Dia berharap, kepemimpinan para pejabat kepala daerah yang diisi Aparatur Pemerintah secara tersirat oleh Presiden untuk memberikan contoh bagaimana seharusnya seorang kepala daerah sebagai abdi negara, pelayan masyarakat dan pejabat pembina pegawai.
“Itulah yang mau dicapai dimasa kekosongan jabatan kepala daerah jelang Pilkada serentak 2024. Apakah masih perlu ada program meningkatkan kenerja seperti Sakip dan RB dengan memberikan Reward?,” Ferry bertanya.
Proses peningkatan kinerja, kata dia, kuncinya ada pada mindset pejabat kepala daerah. Mereka harus lebih keras bekerja dari kepala daerah yang definitif hasil Pilkada. Alasannya, penjabat bupati atau kepala daerah yang diangkat dari aparatur pemerintah, sudah pasti melekat karakter abdi negara dan pelayan publiknya.
“Jadi, tidak perlu diberikan Reward segala, karena merupakan kewajiban dan tupoksinya mereka harus mencapai target. Seharusnya, pemberian punishment-lah yang dikedepankan bila kinerja dalam pencapaian target program tidak tercapai,” kata Ferry.
Menurutnya, pejabat kepala daerah perlu memberikan punishment kepada para pegawai. Reward harus, tapi penilaiannya dilakukan silent action dan jujur serta diberikan kepada pegawai yang berprestasi nyata.
“Sebagai masukan dari saya, Pejabat Bupati itu mempunyai waktu yang sangat singkat, harus dipergunakan benar-benar untuk merevolusi mental para pegawainya. Apalagi rakyat di Kabupaten Bekasi sudah sangat terluka akibat kasus korupsi Bupati Bekasi pilihan rakyat sebelumnya,” ungkap Ferry.
Kemudian, katanya, pejabat Bupati Bekasi harus fokus memperbaiki secara konstruktif pola kerja pegawainya agar 2024 tidak ada lagi pegawai bekerja yang ber-orientasi kepada kepala daerah, tetapi bekerjalah sebagai penggilan abdi negara dan pelayan masyarakat yang mempedomani Panca Prasetya Korpri.
“Pejabat Kepala Daerah tidak perlu euphoria dan menginginkan target yang fantastis. Memperbaiki kinerja pegawai di lembaga Inspektorat yang utama. Bila Kinerja Inspektorat itu sama hasil pemeriksaannya dengan BPK pasti nilai Sakip dan nilai kinerja lainnya meningkat,” tutup Ferry. (gar)
Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.