Mengikuti Perkembangan Kabinet Presiden Jokowi yang Memprihatinkan

Ketua LBH Aura Keadilan, Ferry L Gaol SH MH

Oleh: Ferry L Gaol SH MH

MENGIKUTI perkembangan Kabinet Pemerintahan Indonesia Maju Periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup memprihatinkan sikap para pembantunya, para menteri apalagi kondisi Pandemi Covid-19 yang menambah situasi perekonomian dunia, termasuk Indonesia yang kian terpuruk.

Sepertinya Presiden Jokowidodo jangan bersikap wait trus melihat sikap dan tingkah laku para menterinya yang kurang berkemampuan untuk mengambil solusi strategis dalam menuntaskan permasalahan yang terjadi di lingkungan kementerian yang dipimpinnya.

Semisal di Kementerian Perdagangan menangani mafia 9 sembilan bahan pokok tidak dapat tuntas, padahal di depan ruangan menteri pelakunya yaitu Dirjennya sendiri yang sudah ditahan di Rutan Kejaksaan.

Apakah ketidakmampuan mengambil solusi strategis dari menteri perdagangan RI adalah sebuah kenyataan atau kenyataannya adalah perbuatan uang terencana untuk masa kepemimpinan Presiden Jokowidodo, dalam rangka upaya lawan-lawan politiknya agar peristiwa jatuh menjatuhkan Pemerintahan yang sah menjadi budaya di negeri ini.

Bapak Presiden Jokowi harus cepat menganalisa keadaan di lingkaran kabinetnya. Beberapa menteri yang diandalkan dalam melakukan pengawalan program pemerataan pembangunan ditolak oleh yang namanya mahasiswa, ini fenomena yang biasa terjadi di negara ini, pemanfaatan mahasiswa dalam rangka menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pak Presiden harus awas, jangan terpancing dalam mengambil tindakan yang dipengaruhi akibat demo segelintir orang yang memanfaatkan mahahiswa. Fenomenanya perlu diperhatikan, biasanya untuk menjatuhkan pemerintahan ciri-cirinya sebagai berikut:

Pertama, mengajak mahasiswa menggelindingkan issu. Kedua, menggunakan Agama tertentu untuk menggemakan issu. Ketiga, menolak kehadiran Menteri atau pejabat dalam rangka menghadiri undangan untuk menyampaikan kebenaran dari issu yang digulirkan oleh lawan-lawan politik untuk tujuan menjatuhkan Pemerintahan yang sah dengan menjalankan Konstitusi.

Kemudian, menyusupi lembaga penegak hukum untuk melemahkan program penegakan hukum ketika terjadi crowd di tengah-tengah demontrasi yang juga sudah ditunggangi. Mereka menakut – nakuti pemerintah dengan senjata melanggar HAM.

Coba melihat korban dosen UI Ade Armando, ditengah tengah demo terjadi penyusupan penunggang kuda liar dapat dihitung berapa lama aparat baru tiba untul mengamankan korban.

Seharusnya di dalam ilmu intelijen, sejak para provokator meninggalkan tempat tinggalnya menuju lokasi demo,
Intel sudah mengikutinya. Dalam hal ini berarti kinerja intel yang ditugasi belum maksimal. Sepertinya sekarang sudah terbalik, para radikalisme, para peneror yang menyusupi lembaga-lembaga pemerintah.

Oleh sebab itu, menurut pengamatan penulis, fenomena menyerang orang – orang kuat dalam kabinet merupakan hal yang sudah biasa, tetapi sering tidak disadari lingkungan Istana.

Sebagai saran kepada Bapak Presiden Jokowi yang dicintai rakyat. Pertama, cepat dan tegas mengambil sikap tindakan dalam menangani issu. Bila perlu Badan Intelijen Negara (BIN) diganti dulu, Panglima dan Kapolri dievaluasi atau diganti dulu dengan sosok yang “berkumis”.

Sebagai ilustrasi, penulis mempelajari sejak dulu kalau Panglima dan Kapolri “Berkumis” sangat disegani dibanding yang berotot. Artinya, kedua lembaga ini jangan sesekali menyampaikan statement yang membuka ruang kritik bagi lawan – lawan politik para politisi dan kaum radikal. Hati-hati upaya – upaya melemahkan lembaga.

Kedua, reshufle saja Menteri yang diduga dan patut diduga tidak berkemampuan atau ada tujuan – tujuan tertentu.

Ketiga, Presiden harusnya diawasi segala program para pembantunya, namanya juga Pembantu, bantu mikir, bantu melaksanakan program dan menyampaikan secara berkala. Jangan bertindak diluar komando Presiden, seperti yang dilakukan Dirjen di lingkungan Kemendagri yang menerbitkan izin export yang tidak terkendali.

Keempat, penegakan Hukum jangan berhenti, pengawasan terhadap Hakim, Jaksa ditingkatkan.

Kelima, perbaikan system pendidikan, karena lembaga pendidikan harusnya memproduksi manusia-manusia yang sesuai dengan Pancasila.

Keenam, menertibkan dan mengawasi secara ketat lembaga-lembaga Akreditasi, Assosiasi- assosiasi, karena bila pengawasan lemah maka lembaga-lembaga non pemerintahan sering bertindak berlebihan. (***)

Penulis adalah pengamat politik dan hukum (Direktur LBH Aura Keadilan)