Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Saling Lapor dengan Pengusaha Limbah

Budiyanto didampingi kuasa hukumnya Muhammad Ikbal saat memberikan penjelasan kepada sejumlah wartawan, Selasa (8/2/2022)

CIKARANG, KOMED – Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Budiyanto yang dilaporkan rekan bisnisnya Hartono, berbuntut panjang dengan sejumlah laporan dan gugatan hukum. Padahal, Hartono pengusaha limbah di Kabupaten Bekasi ini adalah bekas teman dekatnya.

Di kantor Budiyanto Corporation, Komplek Ruko Icon City Kota Deltamas Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Budiyanto didampingi kuasa hukumnya Muhammad Ikbal pun memberikan penjelasan terkait masalah yang dihadapi kepada sejumlah awak media, Selasa (8/2/2022).

Budiyanto, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari Fraksi PKS ini mengatakan, polemik permasalahan ini muncul akibat persaingan usaha antara Budiyanto dengan Hartono. Bermula dari kerja sama antara Budiyanto dengan Hartono yang berujung pada persaingan usaha di PT Hankook Tire.

“Jujur ini muncul akibat tanda kutip boleh dikatakan karena persaingan usaha sebetulnya, persaingan usaha di PT Hankook Tire,” ungkap Budiyanto.

Saat itu, katanya, Budiyanto sebagai anggota DPRD mendapatkan kepercayaan dari PT Hankook. Namun, saat itu belum memiliki perusahaan khusus limbah. Kemudian, melalui salah satu kepercayaannya, mendapatkan surat kuasa dari salah satu perusahaan yaitu CV.Rifki Jaya Mandiri.

Dengan adanya surat kuasa dan akses serta kepercayaan kedua managemen perusahaan Korea, PT Hankook Tire dan Hankook TRS Indonesia, keluarlah SPK ke PT Rifki Jaya Mandiri.

“Di pertengahan jalan ada hal-hal non tekhnis untuk masalah pengkondisian di lapangan. Akhirnya saya bukan pemegang SPK secara yuridis dan Doni Ardon selaku pemegang SPK atas kuasa direksi PT RJM menemui orang-orang yang bisa menyelesaikan kondisi-kondisi di lapangan,” jelas Budiyanto.

“Jujur saya dengan Doni Ardon menemui Hartono dengan menyampaikan bahwa kami punya surat kerja sama usaha. Tapi tidak direspon dan dia tidak percaya. Tetapi diluar proses itu, tau-tau Doni Ardon sudah ketemu dengan salah seorang pengacara Hartono, namanya Hendri Kauli dan katanya itu deal bahwa untuk proses kerja sama pengelolahan limbah Hankook untuk pengkondisian lingkungan disiapkan uang dua miliar rupiah,” lanjutnya.

Terkait uang Rp2 miliar yang katanya dari Hartono ke Hendri Kauli, kata Budiyanto, sudah diselesaikan secara adat antara Hendri Kauli dengan Doni Ardon. Bukti administrasinya juga ada.

Budiyanto,
Anggota DPRD Kabupaten Bekasi

“Saya punya bukti bahwa uang yang katanya dari Hartono dua miliar itu ke Hendri Kauli, Hendri Kauli dengan Doni Ardon diselesaikan secara adat untuk berkomunikasi dengan para pengurus lingkungan di desa, orang lapangan dan lain-lain, saya tidak sebutkan secara detail,” cetusnya.

Dia menjelaskan, terkait masalah ini sudah pernah dilakukan mediasi di Hotel Sahid Lippo yang dihadiri perwakilan dari Polres Bekasi. Saat itu dibahas peralihan dari Hankook TRS ke Rifki Jaya Mandiri itu dirubah ke Harossa. Tapi, pihak Koreanya tidak bersedia karena dia tahunya cuma nama Budiyanto.

“Saat itu saya mengatakan kalau saya lepas tangan maka akan ada kerugian, dua miliar itu nggak jadi SPK. Akhirnya saya memberikan solusi, gimana kalau bikin perusahaan baru. Waktu itu Mr dari Korea oke bikin perusahaan baru,” beber Budiyanto.

Jadi, secara project kerja sama limbah Hankook itu diakui sebagai milik Budiyanto. Tapi untuk pengkondisian lingkungan Hartono yang menyelesaikan. Dan, dalam konteks kerja sama, sama-sama punya investasi.

“Akhirnya jadilah perusahaan PT Putra Cikarang Bersama (PCB) dengan komposisi saham, saya seratus lembar dua puluh persen dan Hartono delapan puluh persen dengan empat ratus lembar,” terangnya.

Dalam perjalanannya, kata Budiyanto, ada pihak-pihak yang juga terlibat walaupun tidak langsung. Seperti, penegak hukum, anggota DPRD (Mustakim) termasuk Budiyanto sebagai pemegang SPK, dan clear saat itu masing-masing hanya dua tahun dapat bagian.

“Biar kawan-kawan tahu, saat itu ada barang yang harganya seribu dijual tiga belas ribu. Saya hanya kebagian lima puluh perak perkilo gram. Nih bumi dan langit saksinya, lima puluh perak per kilo gram untungnya dua belas ribu, tapi bagi saya no problem, yang penting Hankook sebagai investor di Kabupaten Bekasi aman dan nyaman,” harapnya.

Begitu dua tahun berjalan katanya ada kerugian-kerugian. Budiyanto selaku pemegang SPK pun tidak dapat bagian. Kemudian, perusahaan yang berbadan hukum usaha Putra Cikarang Bersama yang didirikan 14 Mei 2012, secara administratif ada perubahan pada tanggal 20 Oktober 2015, dan Hartono meminta keluar dari perusahaan Putra Cikarang Bersama.

Kemudian saham Hartono yang empat ratus dijual ke Budiyanto tiga ratus, dan seratus lagi ke stafnya, Handi Suhandi. Sejak saat itu, berubahlah formula saham menjadi empat ratus lembar dan Handi Suhandi orangnya Hartono, dua puluh persen. Artinya, Hartono sudah tidak ada secara hukum di PCB, tetapi pengambilan barang full semua tetap diambil.

“Celakanya lagi, selama Oktober 2015 sampai 2021, sepeser pun tidak pernah dikasih ke saya. Demi Allah Rasullallah sepeser pun tidak ngasih, dan bukan hanya ke saya saja, ke orang penegak hukum yang bantu pun nol,” katanya.

Selama ini, Budiyanto mengaku kena fitnah pengacara Hartono. Begitu juga Mustakim dan seorang petinggi Polri yang berjasa. “Kalau saya dianggap dapat, memang wajar, orang SPK-nya milik saya, perusahaan saya. Hartono sudah tidak ada. Jadi nggak mungkin saya nggak dapat bagian, itu teorinya, tapi faktanya nggak ada,” kesalnya.

Budiyanto menegaskan polemik ini bermula pada Juli 2021, atas turunnya kebijakan dari Hankook pusat. Informasi dari Hankook TRS, Mr Park, katanya akan diputus. Pemutusan ini diberitahukan kepada Budiyanto dan Hartono.

“Dikasih tahu baik ke saya maupun ke Hartono, adalah polemik pokoknya. Dan kami belum tahu siapa sebetulnya nanti pemegang SPK, diperkirakan oleh orang-orang yang tidak tahu bahwa ini bisa ambil langsung ke Hankook Tire, ternyata tidak begitu,” jelasnya.

Hankook Tire nurunkan lagi ada perusahaan namanya PT.Vit Solution Indonesia yang memegang limbah Hankook seluruh dunia di lima negara delapan pabrik, termasuk akhirnya turun ke Indonesia.

“Begitu turun ke Indonesia yang ditemui saya, kenapa? Karena bicara Hankook Indonesia mereka taunya saya, karena saya dianggap berjasa membantu perijinan Hankook Tire yang waktu itu tidak selesai-selesai,” katanya.

Menurutnya, mereka yang ditugaskan Hankook tahu bahwa Budiyanto tidak dapat apa-apa sejak proses tahun 2015 hingga 2021. Namun, selama ini Budiyanto mengalah. Setiap ditanya bagiannya, Hartono mengatakan bahwa perusahaan merugi.

Saat itu, Budiyanto mengaku bukan masalah kalau dianggap tidak berani kepada Hartono. Sebenarnya bukan tidak berani, tapi karena Budiyanto masih hormat, walaupun dalam prakteknya dia menjadi korban tidak dapat bagian.

Akhirnya ceritanya, kata Budiyanto, saat proses negosiasi 1 September 2021 ternyata di dalam dokumen sudah ada beberapa laporan polisi ke Polsek Cikarang Pusat, tanggal 25 Agustus sudah masuk LP dengan tuduhan penipuan dan penggelapan mesin setilcop.

Kedua, 23 September 2021 ada pelaporan polisi ke Polres Metro Bekasi di Unit 2 Harda terkait penipuan dan penggelapan rekomendasi koordinasi dengan Kepala Desa Pasirranji tentang dua perusahaan, satu lagi 8 Desember 2021 ada laporan penipuan penggelapan melalui Korea.

“Ternyata tiga laporan, satu di Polsek dua di Polres, sebelumnya Doni Ardon sudah dilaporkan terkait penerimaan uang yang dua miliar, walaupun berdasarkan data yang saya ketahui uang itu dari Hartono bukan ke Doni Ardon tapi ke Hendri Kauli,” kata Budiyanto.

Tidak hanya pidana, katanya, tanggal 29 September 2021 ada juga dua gugatan terkait dengan pemutusan kontrak. Budiyanto digugat Rp18 miliar, dan tanggal 10 November 2021 ada juga gugatan yang kedua tentang mesin.

“Kenapa saya di LP ada empat dan dua gugatan fine-fine saja? Satu kata kuncinya tidak ada yang salah. Kalau ada salah bang, jangankan empat LP, satu LP sudah nggak bisa tidur nyenyak, udah gak bisa makan,” katanya sambil mengaku cuek saja, walaupun dilaporkan bahkan didemo.

Menurutnya, melihat semua proses yang dilalui, ada satu istilah yang dilakukan. “Selama saya bisa tangkis saya tidak akan menyerang. Tetapi dari 25 Agustus sampai Desember terus menerus, termasuk secara pribadi tersinggung satu kasus yang menurut hemat saya tidak memenuhi unsur bukti di unit dua Harda itu ditingkatkan menjadi sidik. Padahal, tidak memenuhi syarat dan kemudian saya investigasi, ternyata satu memaksakan alat bukti kwitansi yang penah saya sebar itu dianggap benar”.

Yang kedua, katanya, Lurah Tatang membuat rekomendasi mengaku bahwa dia menerima mobil dari Harossa, seolah-olah kwitansi benar dan ada mobil yang diberikan. “Mereka lupa kalau mobil itu namanya nama saya. Nah, disitu saya bilang berarti ini serius. Bismillah saya lawan,” katanya.

Budiyanto mengaku malu dengan adanya laporan-laporan atas dirinya. Dan, hal ini sudah menyangkut harga diri. Jadi sebagai pribadi dan sebagai Anggota DPRD, dia harus melakukan counter attack dan perlawanan.

“Dengan adanya laporan itu, saya dianggap penjahat, penipu, penggelap dengan apa-apa yang dituduhkan. Saya sebagai pribadi tidak ada pilihan, harus hadapi. Saya harus menyiapkan apapun resikonya dan tidak ada lagi rasa takut, bukan tidak takut, tetapi rasa takut itu sudah saya buang,” tutupnya.(pir)

Penulis: Pirlen Sirait