CIKARANG, KOMED – Kepala Inspektorat Kabupaten Bekasi, MA Supratman menanggapi tudingan lemahnya kinerja Aparatur Pengawas Internal Pemerintahan (APIP) sehingga tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi harus ditahan penegak hukum karena diduga melakukan korupsi.
Menurut Supratman, tudingan itu sangat tidak tepat. Alasannya, Inspektorat sudah menjalankan tugas sesuai aturan. Dia menjelaskan, APIP dan APH (Aparat Penegak Hukum) itu berbeda tetapi berada dalam satu kotak pengawasan.
“Pengawasan yang dilakukan APIP adalah pengawasan interen, pengawasan yang melekat di dalam entitas pemerintah daerah. Artinya, APIP lebih fokus pada upaya pencegahan korupsi dan lain-lain,” ujar Supratman kepada koranmediasi.com, Senin (1/11/2021).
Dia mengatakan, saat ini yang digembor-gemborkan dengan adanya penahanan 3 orang ASN ini dikaitkan karena lemahnya APIP. Padahal, katanya, selama ini inspektorat sudah menjalankan tugas dengan maksimal.
“Kita kan bukan orang sakti yang tahu etikad baik orang, ada mens rea dan lain sebagainya,” kata Supratman menanggapi tudingan tersebut.
Menurut dia, pada saat perencanaan kegiatan seharusnya sudah lebih awal diketahui apakah ada penganggaran yang berlebihan.
“Sistem pengawasan ini sudah harus dari awal pada saat perencanaan. Kalau ini terjadi, misalnya ada penganggaran yang berlebihan, di dalam asistensi sebenarnya sudah bisa terdeteksi. Ini kita tidak melemparkan tanggung jawab, karena itu menjadi fokus kita. Ia kita coba seperti apa, mungkin nanti pencegahan dengan KPK dan lain sebagainya, tetapi kita tidak mungkin melihat etikad orang, taunya sudah jadi masalah baru kita tau,” terangnya.
Supratman mengaku pernah dipertanyakan terkait Peraturan Bupati (Perbub) pasal 5 dan pasal 6 soal pengawasan penyelenggaraan pemerintahan.
“Kedudukan kita sebagai APIP, seperti yang pernah teman-teman ajukan bahwa Perbub yang ada soal pengawasan penyelenggaraan pemerintahan ada di pasal 5 dan pasal 6. Itu produknya adalah berupa rekomendasi kepada Bupati agar memerintahkan, kalau kesalahannya terjadi kepada kepala bidang atau kepala seksi, rekomendasinya kepada kepala OPD untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada anak buahnya,” terangnya.
Dia juga mengakui pernah mengajukan beberapa masalah dan membuat rekomendasi kepada Bupati untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada kepala OPD yang bermasalah. Jadi, kerjasama dengan Aparatur Penegak Hukum (APH), katanya, sudah sesuai aturan.
“MOU yang ada dengan kita sesuai aturan bahwa pada tahap penyelidikan kita masih bisa saling tukar menukar informasi dengan APH dan saling berkordinasi. Kalau hanya masalah administrasi aja maka diserahkan penyelesaianya ke APIP, karena mungkin terlalu banyak soal ADD kurang 10 bikin jalan, kurang 5 meter, kalau semua itu kepala desa penuh pak, makanya kita yok selesaikan saja misalnya kurang, ada kerugian negara kurang 10 meter, sudah diselesaikan saja 10 meternya, dan kita tetap awasi itu,” ungkapnya.
“Jadi kita bisa masuk dalam ranah itu hanya pada tahap penyelidikan. Kalau sudah naik sidik, aturanya kita sudah tidak bisa masuk, bahkan kita juga di BAP dimintai keterangan pada saat tahap sidik,” tambahnya.
Selain itu, dalam pelaksanaan tugas Supratman mengatakan pihaknya diguiding langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita langsung diguiding oleh Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi (Korsupgah) yang dilakukan oleh KPK sendiri dari Divisi Pencegahan,” katanya.
Supratman sebagai APIP berusaha agar azas ultimum remidium itu dikedepankan APH. Artinya, kalau ada pengaduan masyarakat dan sebagainya, sebelumnya diberikan dulu kepada APIP sehingga bisa diselesaikan.
Masih kata Supratman, APIP mengeluarkan tiga produk dalam pengawasan. Yang pertama perencanaan yang pelaksanaannya tidak ada penyimpangan. Kedua, ada kesalahan administrasi, tapi bisa diselesaikan dengan guiding atau perbaikan administrasinya. Ketiga, adalah kesalahan administrasi yang mengakibatkan kerugian negara.
“Nah, inilah yang kita minta penyelesaiannya secara hukum administrasi negara dulu, yaitu diberikan kesempatan untuk pengembalian selama enam puluh hari, karena di dalam penyelenggaraan pengawasan APIP, pengembalian itu bisa menyelesaikan semua masalah, tapi kalau di dalam pidana pengembalian itu tidak menggugurkan tuntutan,” tandasnya.
Menurut Supratman, penanganan masalah itu tidak berarti harus ditangani APIP. Kalau kemudian APH, Kepolisian dan Kejaksaan sudah melihat ada etikat yang tidak baik di dalam permasalahan itu, ada mens rea sehingga bisa langsung turun tanpa harus memperdulikan APIP.
“Kepolisian dan Kejaksaan punya KUHAP. Itu perbedaanya dengan APIP. Tapi kita tetap ada semacam kerjasama, ada MOU dengan APH tetapi tidak berarti juga kita melindungi orang yang salah,” tukasnya.
Supratman mengatakan, APIP yang ada di Inspektorat Kabupaten Bekasi sudah dikursuskan untuk menghitung kerugian keuangan negara.
Seperti diketahui, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Bekasi, DAS yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat berat grader (bulldozer), ditahan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi.
DAS ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat berat pada kegiatan APBD Tahun 2019. Dia pun langsung dilakukan penahanan untuk 20 hari kedepan, terhitung mulai Rabu (27/10/2021).
Selain menetapkan tersangka atas nama DAS, Kejari Kabupaten Bekasi juga menetapkan dua orang pejabat stuktural Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, M dan ES sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan retribusi pelayanan tera/tera ulang tahun 2017. (Pirlen)

Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.