JAKARTA, KOMED- Pemerintah Pusat perlu menerbitkan kebijakan baru terkait penerapan Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam urusan transportasi. Pasalnya, PCR ini sudah mulai menjadi sebuah beban bagi masyarakat saat ingin bepergian ke luar kota.
Hal itu dikatakan Ketua LBH Aura Keadilan, Ferry L Gaol SH MH kepada koranmediasi.com, Jumat (1/10/2021). Menurut dia, apabila pademi Covid-19 sudah mulai mereda, kebijakan tersebut perlu ditinjau agar tidak membebani masyarakat.
Menurut dia, PCR merupakan metode pemeriksaan virus SARS Co-2 dengan mendeteksi DNA virus. Uji ini akan didapatkan hasil apakah seseorang positif atau tidak SARS Co-2.
“Mengikuti perkembangan dampak pandemi Covid -19 di Indonesia cukup memprihatinkan di bidang dunia usaha,” kata Ferry.
Menurutnya, dunia pariwisata adalah dunia yang paling seksi dan paling terdampak saat ini. Parameter dampak terhadap dunia pariwisata, kata dia, dapat dilihat dari lesunya aktivitas bisnis penerbangan dan tranportasi lainnya.
“Pemerintah belum mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang strategis untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi para pengusaha. Pemerintah sebaiknya menggandeng KADIN untuk bersinergi memadukan program untuk meningkatkan produktifitas dunia usaha di tengah kondisi pandemi Covid-19,” katanya.
Strategi mengklasifikasi daerah, menurut kondisi level PPKM, lanjut Ferry, harus dianalisa secara periodik, khususnya dunia pariwisata agar indakasi di dunia usaha pariwisata saling mendukung.
“Kebijakan Pemerintah untuk persyaratan keberangkatan yang menggunakan transportasi, khususnya penerbangan dirasakan cukup memberatkan, karena proses untuk terbang yang dilakukan Sagas Covid-19 dirasakan tidak dilakukan secara sederhana,” tandas Ferry.
Pos demi pos pemeriksaan persyaratan untuk menggunakan transportasi udara, katanya, dilakukan tidak berpihak kepada azas simplikasi. Proses terbang dipersyaratkan harus sudah minal 1 kali vaksin, Swab Antigen untuk daerah kunjungan tertentu dan juga Swab melalui PCR untuk wilayah-wilayah tertentu.
“Setelah itu adalagi Peduli Lindungi. Jadi, proses terbang ini harus segera dievaluasi, termasuk biaya untuk PCC yang cukup tinggi membuat masyarakat enggan untuk berpergian melalui moda penerbangan udara,” sebut Ferry.
Membayangkan perlakuan biaya PCR yang mendekati harga tiket, juga harus dievaluasi. Masyarakat tidak memahami hasil kerja alat-alat deteksi terpapar Covid, Swab Antigen, dan PCR.
“Kurang dapat diterima pembiayaan untuk mendeteksi Covid-19 dibebankan kepada masyarakat yang menggunakan moda transportasi udara untuk kepentingan orang lain. Fungsi Negara itu adalah melindungi rakyatnya dan memberikan kenyaman dan kesejahteraan rakyat, bukan membebankan kewajiban pemerintah kepada masyarakat,” tandasnya.
Dia mengatakan, besarnya biaya PCR yang dibebankan kepada masyarakat kurang dapat dipahami masyarakat. Pasalnya, hasil PCR tersebut tidak bermanfaat atau menguntungkan bagi masyarakat yang dibebankan. Belum lagi sikap oknum tim yang ditugaskan untuk memeriksa persyaratan untuk menggunakan moda transportasi yang kurang baik.
“Untuk itu, kami menyarankan agar biaya PCR dibebankan kepada Pemerintah minimal disubsidi agar ekonomi Indonesia cepat pulih dari Pandemi Covid -19. Pembebanan biaya untuk PCR merupakan kebijakan yang kurang baik dan tidak strategis untuk memulihkan ekonomi Indonesia,” katanya.
“Saran kepada pemerintah melalui Menteri Perhubungan segeralah mengevaluasi dan berkoordinasi kepada Menkes agar biaya dan atau persyaratan PCR ditinjau ulang. Yang paling penting diperketat adalah Prokes bukan pembebanan biaya kepada masyatakat karena ekonomi masyarakat sudah cukup memprihatinkan,” tutupnya. (gar)
Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.