Oleh: Ferry L Gaol SH MH
Pengacara adalah profesi mulia dan terhormat (Officium Nobile). Dalam menjalankan profesinya, berada dibawah perlindungan hukum, Undang- undang dan Kode Etik. Memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan.
Pengacara atau Advokat selaku penegak hukum sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya. Oleh karena itu, satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum sekalipun “langit runtuh”.
Setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan sumpah profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota. Sebab, pada saat mengucapkan sumpah profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat, terutama kepada dirinya sendiri.
Dikutip dari Kode Etik Advokat dan Undang-undang No: 18/2003, Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang- undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum.
Klien adalah orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari Advokat. Sedangkan teman sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan ketentuan Perundang- undangan yang berlaku.
Namun, penulis sering melihat adanya kekecewaan para pencari keadilan kepada para Advokat sebagai pemegang kuasa dalam cara-cara penanganan perkara. Bahkan, hubungan klien dengan Advokat untuk meminimalisir kerugian klien sering terjadi bukannya penyelesaian perkara, malahan timbul masalah baru yang sangat mengecewakan kliennya.
Undang-undang No:18/2003 yang mengatur sejak diundangkannya sebagai Pengawas terhadap sikap tingkah laku etika para Advokat, belum pernah digunakan optimal oleh para lembaga-lembaga pengawas Advokat baik oleh internal assosiasi maupun para penegak hukum lainnya.
Para Advokat sering mengabaikan isi surat kuasa yang sudah ditandatangani dan disepakati, sering diingkari oleh para Advokat. Bahkan, diabaikan dan cenderung tidak bertanggungjawab, padahal sering juga setelah surat kuasa, adalagi kesepakatan success fee yang sering menguntungkan lebih besar dari pihak pesakitan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pengurus assosiasi Pengacara untuk mengawasi anggotanya. Antara lain, pengawasan internal dengan mewajibkan setiap anggota melaporkan hasil kerjanya per 3 bulan, per semester dan per tahun.
Kemudian, pengawasan external. Adanya tim seperti inspektorat yang melihat secara langsung pekerjaan para Advokat di lapangan dengan metode acak. Menindak lanjuti laporan masyarakat atas perbuatan pengabaian isi surat kuasa dan perjanjian oleh para Advokat. Menambah test wawancara setelah lulus dari pelaksanaan ujian advokat oleh assosiasi.
Tak kalah pentingnya, assosiasi dimana tempat bernaung para pengacara harus sering melaksanakan Diklat, apakah diklat motivator untuk tujuan menyadarkan para advokat supaya bekerja profesional dengan penuh integritas.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan penilaian test Advokat agar mengikutsertakan tim independen yang terdiri dari unsur Pemerintah, Insan Pers, tetapi tim ini harus penuh tanggung jawab dan tidak terlibat KKN. Demikianlah beberapa pandangan penulis agar dunia Advokat dapat menyandang gelar Officium Nobile
(Mulia dan Terhormat). (*)
Penulis adalah Ketua LBH Aura Keadilan

Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.