Tingkatkan Disiplin ASN, DPC Pospera Dorong Bupati Bekasi Lakukan Sidak

Ada Oknum Anggota DPRD dan Pegawai Jarang Ngantor

Penulis: Pirlen Sirait
Sulaeman, Bendahara DPC Pospera Kabupaten Bekasi

CIKARANG, MEDIASI.COM – Ramai diperbincangkan adanya oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang jarang ngantor. Hal ini menarik perhatian Sulaeman, Bendahara DPC Pospera Kabupaten Bekasi. Ia berharap dan mendorong Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang melakukan inspeksi mendadak (Sidak).

Menurut Sulaeman, pegawai yang jarang masuk kantor bisa dikenai sanksi disiplin yang bervariasi. Mulai dari teguran lisan hingga pemberhentian, tergantung pada frekuensi dan alasan ketidakhadiran. Sanksi dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemotongan tunjangan kinerja, penurunan jabatan, pembebasan jabatan, atau pemberhentian secara hormat.

Sulaeman yang kerap dipanggil Sule mengatakan bahwa menjadi pekerja itu sudah diatur dalam aturan. Buruh misalnya, bekerja untuk mendapatkan upah dan tidak terkait langsung dengan negara. Sedangkan ASN adalah pegawai pemerintah yang menjalankan tugas negara. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah pejabat daerah yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat.

“Sebelum kita bahas bahwa ada ASN dan oknum anggota DPRD yang jarang ngantor, kita bahas terlebih dahulu jam kerja buruh, karena ini menarik,” kata Sule yang dulunya bergerak aktif dalam perjuangan serikat buruh itu.

Buruh setelah bekerja ada aturan, ada peraturan perusahaan dan juga ada Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sebelum lahirnya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, dulu bertumpu pada UU Nomor 13 Tahun 2003. Disana diatur jika seseorang mangkir tanpa pemberitahuan, terlebih dahulu pihak perusahaan bersurat resmi kepada sipekerja. Itu dilakukan untuk menindaklanjuti sikap daripada pengusaha.

Setelah surat resmi untuk pemanggilan agar sipekerja kembali ke perusahaan, kata Sule, akan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Jika sipekerja dalam lima hari berturut-turut mangkir dan sudah disurati tidak juga kembali bekerja, pihak perusahaan tentu akan PHK si pekerja, setelah di PHK untuk langkah selanjutnya, sah tidaknya sikap perusahaan, harus diputuskan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), artinya prosesnya panjang,” ujarnya.

Hal yang sama dengan anggota DPRD, lebih lanjut Sule mengatakan ada kesamaan hak dan tanggungjawab. Buruh dengan anggota DPRD itu ada persamaan. Persamaannya, pekerja bekerja dengan aturan jam kerja tujuh jam dalam satu hari, jika lebih dihitung lembur dan proses perekrutannya melalui tes dan bertanggung jawab penuh kepada perusahaan tempat dia bekerja tidak terkait langsung dengan negara.

“Terikat dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu, ada juga perjanjian waktu tidak tertentu, artinya masa kerjanya dibatasi hanya dua tahun, tiga tahun, lima tahun bahkan puluhan tahun, dengan mendapatkan upah setiap akhir bulan,” katanya.

Sedangkan anggota DPRD, katanya, merupakan pejabat daerah yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat melalui proses pemilihan legislatif, dipilih oleh rakyat melalui penghitungan suara terbanyak sesuai dengan sistem yang ada dan masa kerjanya sebanyak lima tahun. Jika masa kerjanya habis, bisa ikut dalam pemilihan legislatif lagi. Jika suaranya memenuhi, bisa kembali bekerja sebagai anggota DPRD dan mendapatkan upah setiap bulannya.

Kendati demikian, menurut Sule resiko buruh di PHK jika mangkir lebih rentan dibandingkan anggota DPRD.

“Resiko buruh di PHK itu rentan seperti yang saya jelaskan diawal. Kalau anggota DPRD, misal ada yang kerap mangkir atau jarang ngantor tidak serta merta dipecat, coba ada nggak anggota DPRD di Kabupaten Bekasi yang dipecat karena mangkir,” tanyanya.

Untuk mendapatkan daftar hadir anggota DPRD itu, kata Sule tidak semudah mendapatkan daftar hadir buruh.

“Mendapatkan daftar hadir anggota DPRD itu tidak mudah, dan cara kerja mereka seperti yang kawan-kawan lihat di lapangan, ada kesibukan dengan dapil, ada masa reses dan lain-lain. Kalau mau lihat daftar hadir, ia nanti pada saat paripurna, pegawai Sekretariat Dewan ada yang nunggu di pintu masuk, ada juga yang sibuk nyamperin anggota DPRD untuk ngisi daftar hadir,” tegasnya.

Namun lanjut Sule, untuk penilaian kinerja seseorang yang telah terpilih menjadi anggota DPRD adalah rakyat.

“Kita sudah laksanakan tugas kita sebagai warga negara menjalankan sistem dengan memilih pilihan kita di tempat pemungutan suara. Apakah mereka komitmen dan amanah untuk kepentingan rakyat, itu kita yang tahu sebagai konstituen atau sebagai rakyat, bagaimana mereka tampung aspirasi, bagaimana mereka lakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD, bagaimana mereka membahas dan menyetujui rancangan APBD, dari situlah rakyat bisa menilai keberpihakan mereka,” ungkapnya.

Namun untuk ASN yang kerap mangkir atau nongkrong di warung saat jam kerja kantor, menurut pandangan Sule merupakan tanggungjawab pemerintah daerah.

“Ketegasan Pemerintah Daerah untuk bawahannya yang kerap mangkir, nongkrong di luar saat jam kerja atau sering tidak berada di ruangan kerjanya, ini tugas Pemerintah Daerah menertibkannya,” pintanya.

Pasalnya menurut Sule, bukan hanya persoalan mangkir yang penting diperhatikan, tapi disiplin kerja ASN juga perlu diperhatikan.

“ASN di Pemkab Bekasi itu untuk mengisi daftar hadir melalui aplikasi melalui bkspdmApp.v.II, bisakah seorang ASN itu isi daftar hadir pada saat masuk kantor dan mengisi daftar pulang di luar kantornya, dan apakah itu mempengaruhi Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), silahkan ditanya BKSPDM,” kata Sule.

Untuk itu, Sule berharap Bupati Bekasi untuk kerap lakukan sidak di kantor-kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi

“Harapan kita, Bupati itu sesekali lakukan sidak, ke ruangan anak buahnya, untuk memeriksa, kinerja anak buahnya, agar diketahui, apakah ada anak buahnya yang jarang di dalam ruangan. Ini sangat penting dilakukan kepala daerah, karena isu ada oknum pejabat Pemkab jarang di ruangannya sudah beberapa tahun ini menjadi perbincangan hangat,” pungkasnya. (pir)