CIKARANG, MEDIASI.COM – Penyuluh Agama Kristen Ahli Madya Kabupaten Bekasi, tanam pohon Matoa di Pondok Pesantren Nurul Huda Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jumat (2/5/2025). Kegiatan ini merupakan bentuk wujud nyata program Menteri Agama RI melalui Surat Edaran Sekjen Kementerian Agama RI No.182 Tahun 2025.
Usai melakukan penanaman pohon, Pimpinan Pesantren Nurul Huda Setu, KH Atok Romli Musthofa, MSi mengatakan, program menanam pohon Matoa ini untuk menjalin hubungan komunikasi antar lintas agama agar tetap saling menjaga dan menghargai dalam perbedaan.
“Program penanaman pohon ini dilakukan secara bersama-sama antar lintas agama menunjukkan sebagai anak bangsa tetap menjaga kerukunan, toleransi, dan kedamaian dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing masing,” katanya.
Atok Romli berpesan dengan penanaman pohon Matoa yang memiliki buah manis ini, terciptalah kerukunan antar umat beragama dalam keberagaman di Kabupaten Bekasi.
“Buah Matoa manis, enak dirasakan, demikian juga kerukunan antar umat beragama dalam menjalankan ibadahnya, berbuah manis sehingga menciptakan kedamaian dan ketentraman,” ucapnya.
Menurut Atok Romli, perbedaan agama ataupun keyakinan bukan suatu yang dipermasalahkan, akan tetapi harus mempererat hubungan antar lintas agama.
“Sudah saatnya kita tinggalkan nilai-nilai yang tidak menciptakan kerukunan, kedamaian, dan intoleransi. Mari maju bersama membangun negeri ini dengan menciptakan kerukunan yang baik,” ujarnya.
Hal yang sama turut disampaikan oleh Ayub Tampubolon, MTh. Menurutnya, penanaman pohon Matoa ini dilakukan secara serentak dengan mengajak seluruh umat Kristiani yang ada di Kabupaten Bekasi. Ayub Tampubolon mengatakan, gerakan penanaman 1 juta pohon Matoa di tempat rumah ibadah atau gereja dan di lingkungan rumah tinggal ini sangat bagus.
“Dalam konteks gerakan penanaman satu juta pohon Matoa, menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan, mari kita secara bersama-sama untuk menanam pohon,” kata Ayub Tampubolon.
Lebih lanjut Ayub mengatakan bahwa pohon Matoa sebagai simbol yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, dan simbolis yang tinggi.
“Gerakan ini bertujuan untuk membumikan nilai-nilai ekoteologi, yang mengintegrasikan ajaran agama dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Tema ini mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mendukung penggunaan energi terbarukan dan mendorong peningkatan pembangkit listrik terbarukan,” ungkapnya.
Ayub menambahkan, energi saat ini merujuk pada energi yang digunakan sehari-hari dan penting bagi kelangsungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, karena planet kita merujuk pada planet bumi yang membutuhkan energi untuk mendukung berbagai proses alam dan kehidupan.
“Gerakan ini juga menyampaikan pesan bahwa menjaga lingkungan adalah perintah Tuhan dan bagian dari kewajiban umat beragama, ujar Ayub Tampubolon, MTh, usai penanaman pohon Matoa dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Huda.
Dalam program penanaman pohon di Pesantren Nurul Huda ini, Ayub Tampubolon
turut didampingi Juliana Manggi, MPd, Pdt. Daud Chevi Naibaho, STh, Pn. Petrucow, Pn dan Denny perwakilan dari GKI Lippo serta Pimpinan Gereja Katolik St.Rasul Petrus Cibitung, Yossy Yoseph, Jeti.(pir)
Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.