Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Anak

Oleh: Dayana Aulia Nugraha Putri

KEKERASAN Berbasis Gender dan Anak (KBGA) merupakan salah satu isu sosial yang terus
menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), ribuan kasus kekerasan terjadi setiap tahun. Jenis kekerasan ini mencakup kekerasan fisik, psikis, emosional, ekonomi, penelantaran, maupun seksual yang dialami perempuan dan anak.

Kekerasan ini bisa terjadi di rumah, sekolah, tempat kerja, atau lingkungan sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak masyarakat yang kurang memahami perlindungan hukum untuk menangani
kekerasan tersebut.

Kesadaran hukum menjadi elemen penting dalam pencegahan kekerasan. Tanpa
pemahaman yang cukup, korban seringkali merasa takut, tidak berdaya, atau tidak tahu bagaimana melaporkan kekerasan yang dialaminya. Selain itu, pelaku kekerasan sering merasa aman karena kurangnya tindakan hukum yang tegas akibat minimnya pelaporan. Oleh karena itu, setiap orang, terutama perempuan dan anak, memiliki hak untuk merasa aman dan terlindungi.

Itulah mengapa kita perlu tahu hukum yang melindungi mereka, agar kita bisa mencegah
kekerasan ini terjadi. Ada beberapa undang-undang yang dibuat untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT) disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan
dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual atau
d. penelantaran rumah tangga.

Pasal 10 UU No. 23 Tahun 2004 disebutkan apa saja yang berhak korban dapatkan mencakup perlindungan dan pendampingan terhadap korban. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76C Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Pasal 4 disebutkan Tindak pidana kekerasan seksual mencakup pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan hubungan seksual, dan kekerasan seksual lainnya. Masyarakat perlu memahami hak-hak mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
Seminar dan sosialisasi di lingkungan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman
mengenai undang-undang perlindungan perempuan dan anak.

Pendampingan hukum juga harus diperkuat agar korban merasa aman selama proses hukum
berlangsung. Jangan takut melaporkan kekerasan yang anda alami atau saksikan disekitar anda. Ada banyak tempat untuk melapor, seperti hotline Komnas Perempuan, Pusat Pelayanan Terpadu, atau kantor polisi. Jika ada teman atau keluarga yang menjadi korban, dukung mereka untuk melaporkan kejadian tersebut. Jangan biarkan mereka merasa sendirian.

Kekerasan pada perempuan dan anak adalah masalah serius yang harus dihentikan di
Indonesia. Dengan memahami hukum, melapor, dan saling mendukung, kita bisa bersamasama menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk semua. Jangan takut untuk bersuara
dan lindungi hak anda. Jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut, jangan
ragu untuk menghubungi lembaga perlindungan seperti Komnas Perempuan atau Pusat Pelayanan Terpadu di wilayah Anda. (*)

Penulis adalah mahasiswa fakultas hukum Universitas Siber Muhammadiyah