Oleh: Ferry L Gaol SH MH
KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbeda pandangan soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Hal ini dapat dilihat saat aparatur KPK mengikuti TWK untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terobosan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menengahi status 57 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, sepertinya bisa membuat kewibawaan institusi KPK dimata hukum kurang baik.
Pasalnya, konsekwensi hasil tes tersebut, membuat kegelisahan institusi lain, karena ada dugaan 57 yang gagal ini banyak tahu tentang sesuatu uang tersembunyi, sehingga aparatur yang dianggap gagal dalam meresapi wawasan kebangsaan terpaksa diluluskan kembali dan menduduki posisi terhormat menjadi ASN.
Bahkan, ke 57 mantan pegawai KPK itu berjanji akan menjadi ASN (Aku Siap Nasionalis). Ketika ke 57 dilantik dan para rekrutan honorer KPK pun gigit jari, walau lulus Tes Wawasan Kebangsaan, statusnya dinobatkan sebagai warga negara yang baik dan menghayati wawasan kebangsaan.
Kenapa KPK tidak melanjutkan sikap baiknya untuk membersihkan KPK dari orang-orang yang tidak berwawasan kebangsaan itu dengan merekrut atau meningkatkan para pegawai honorer di KPK menjadi ASN? Sementara Polri bisa menampung mereka yang sudah diberhentikan.
Lalu apa sebenarnya tes wawasan kebangsaan atau TWK?
Dikutip dari laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), tes wawasan kebangsaan adalah tes materi yang bertujuan untuk menguji seberapa baik wawasan dan pengetahuan calon ASN tentang Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, nasionalisme, Bahasa Indonesia, dan wawasan pilar negara.
Uji kemampuan ini dilakukan karena salah satu fungsi aparatur sipil negara (ASN) sebagai perekat NKRI, penjamin kesatuan dan persatuan bangsa.
Sebagai contoh tes wawasan kebangsaan adalah seperti bagaimana seorang mengamalkan sila pertama Pancasila dalam kehidupan beragama di lingkungan tempat tinggalnya.
Contoh materi soal lainnya TWK yakni pertanyaan terkait pemahaman calon ASN terhadap pilar-pilar negara seperti fungsi DPR MPR, hingga sistem pemerintahan yang dianut Indonesia.
Tes wawasan kebangsaan sendiri selama ini jadi salah satu tolak ukur utama dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau ASN lainnya.
Biasanya dalam seleksi CPNS yang diselenggarakan pemerintah, tes wawasan kebangsaan diujikan bersamaan dengan tes karakteristik pribadi (TKP) dan Tes lntelegensia Umum (TIU).
Ketiga tes adalah bagian dari seleksi kompetensi dasar (SKD) itu diatur berdasarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS.
Tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam tes CPNS, termasuk TIU dan TKP dalam ujian SKD, saat ini diselenggarakan secara online dengan metode CAT (Computer Assisted Test.
Jadi, urusan perekrutan ASN adalah urusan Kementerian Aparatur Negara dan yang menerbitkan SKnya adalah BKN. Bila Polri kekurangan aparatur sipil negara dapat mengajukan permohonannya kepada Presisen melalui Kementetian Aparatur Negara.
Dan, bilamana usulan itu dapat dipertimbangkan Presiden maka Kementerian ASN bersama BKN menyiapkannya sesuai usulan Polri. Aturannya tidak boleh ujuk-ujuk merekrut apalagi yang direkrut dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan yang diwajibkan lembaga tempat mereka mengabdi.
Sebagai Pimpinan KPK, Firli Bahuri seharusnya meningkatkan status para pegawai honorernya yang kemungkinan memiliki wawasan kebangsaannya lebih baik dari ke 57 aparatur yang diberhentikan. Tapi, belum tentu juga ASN lebih baik bekerjanya dari para honorer.
Di beberapa Pemerintahan Daerah misalnya, pekerjaan dari Tenaga Kontrak Kerja (TKK) atau Honorer jauh lebih baik hasil kerjaannya dari ASN. Bahkan, jauh lebih punya integritas dari ASN dengan mengambil parameternya adalah yang melakukan korupsi itu selalu oknum ASN.
Maka ada baiknya, Pak Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK yang sudah memberhentikan 57 pegawainya melakukan kebijakan meningkatkan status para pegawai honorer yang terbaik menjadi ASN dan menutup pintu kembalinya 57 pegawai atau sebagiannya kembali ke KPK.
Keyakinan penilaian secara psikologis ke 57 ASN yang baru dilantik ini akan terus mendorong keinginannya, karena satu keinginan sudah terwujud mereka merasa sudah mengabdi di KPK dan banyak tahu sedikit banyaknya keboborokan para pejabat institusi di negeri ini.
Dan karena teranggap terbuang, bisa saja dugaan manuver mereka adalah bargaining-bargaining yang bersifat subjektif. Kepada para pemimpin institusi di negeri ini, cobalah bekerja tidak melebihi kewenangan yang bertugas menjaga ketentraman, dan melaksanakan tugas dengan baik.
Mereka yang bertugas menyiapkan para ASN bekerjalah secara profesional. Yang bekerja menjaga Pertahanan Negara sebaiknya meningkatkan penjagaan negara lebih ketat lagi agar peredaran narkoba jenis import tidak masuk lewat laut, udara dan darat. Jangan mentang-mentang menjabat dapat melampaui kewenangan. Don’t feel like you can, don’t feel strong, don’t feel arrogant. (*)
Penulis adalah Ketua LBH Aura Keadilan
Baca koranmediasi.com untuk mendapatkan berita aktual, baik lokal maupun nasional. Disajikan secara tegas, lugas, dan berimbang.